Blogger Template by Blogcrowds

Seni tradisional Banjar

Suku banjar adalah suku bangsa yang sebagian besar menempati wilayah provinsi kalimantan selatan, sebagian wilayah kalimantan timur, tengah terutama kawasan dataran dan bagian hilir dari daerah aliran sungai. Adapun kesenian yang mereka miliki antara lain:

Seni Tari

Seni Tari suku Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama "Baksa" yang berasal dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan kehalusan gerak dalam tata tarinya. Tari-tari ini telah ada dari ratusan tahun yang lalu, semenjak zaman hindu, namun gerakan dan busananya telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan adab islam mengalami sedikit perubahan. Seni tari daerah Banjar yang terkenal misalnya :

Tari Baksa Kembang, dalam penyambutan tamu agung.
Tari Baksa Panah
Tari Baksa Dadap
Tari Baksa Lilin
Tari Baksa Tameng
Tari Radap Rahayu, dalam upacara perkawinan
Tari Kuda Kepang
Tari Japin/Jepen
Tari Tirik
Tari Gandut

Seni Karawitan

Gamelan Banjar

Gamelan Banjar Tipe Keraton
Gamelan Banjar Tipe Rakyatan

Lagu Daerah

Lagu daerah Banjar yang terkenal misalnya :
Ampar-Ampar Pisang
Sapu Tangan Babuncu Ampat
Paris Barantai

Seni Anyaman

Seni anyaman dengan bahan rotan, bambu dan purun sangat artistik. Anyaman rotan berupa tas dan kopiah.

Seni Lukisan Kaca

Seni lukisan kaca berkembang pada tahun lima puluhan, hasilnya berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi masjid dan sebagainya. Ragam hiasnya sangat banyak diterapkan pada perabot berupa tumpal, sawstika, geometris, flora dan fauna.

Seni Tatah/Ukir

Motif jambangan bunga dan tali bapilin dalam seni tatah ukir Banjar
Seni ukir terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah dan masjid, bagian-bagian perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan benda-benda kuningan seperti cerana, abun, pakucuran, lisnar, perapian, cerek, sasanggan, meriam kecil dan sebagainya. Motif ukiran misalnya Pohon Hayat, pilin ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, flora binatang, kaligrafi, motif Arabes dan Turki.

Suku Nias

Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah).

Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.

Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.

Asal Usul

Mitologi

Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.

Penelitian Arkeologi

Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan hasilnya ada yang dimuat di Tempointeraktif, Sabtu 25 November 2006 dan di Kompas, Rabu 4 Oktober 2006 Rubrik Humaniora menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam.

Negara kita memang kaya dengan budaya dan tradisi. Mulai dari kesenian, kuliner, kepercayaan dan perkawinan. Terdapat banyak sekali adat perkawinan sesuai dengan daerah masing-masing. Perkawinan yang merupakan upacara paling sacral dalam perjalanan hidup manusia diselenggarakan dengan tradisi tersendiri.

Berikut ini adalah tradisi perkawinan yang terdapat di Kabupaten Sumenep, Madura.

Prosesi Adat ( Lamaran )

Sebelum dilakukan lamaran biasanya di Madura didahului dengan adanya :
1. NGANGINI ( memberi angin / memberi kabar )
2. ARABAR PAGAR ( membabat pagar / perkenalan antar orang tua)
3. ALAMAR NYABA " JAJAN "
4. ATER TOLO ( mengantar bedak perlengk.apan kecantikan, beras, pakaian adat untuk lebaran )
5. NYEDDEK TEMMO ( menentukan tanggal hari H perkawinan ).

Kalau pelaksanaan pernikahan ingin dipercepat, biasanya dilengkapi dengan pisang susu yang berarti kesusu, jangan lupa sirih dan pisang. Lalu satu perangkat bahan pakaian termasuk ikat pinggang ( stagen ) yang berarti anak gadisnya sudah ada yang mengikat.

Setelah rbawaanl pihak laki-laki digelar diatas meja didepan para tamu sambil tutupya dibuka untuk disaksikan apa isinya oleh p'ara pini sepuh. Tetapi semua barang yang dibawa bergantung kepada kemampuan orang tua. Setelah ada penyerahan kemudian oleh-oleh tersebut dibawa masuk. Pada 1lertengahan acara pihak laki-laki meminta supaya anak gadisnya diperkenalkan. Lalu disuruh sungkem kepada calon L s uami dan para pini sepuhnya yang sudah siap dengan amplop yang berisi uang untuk diberikan kepada calon mantunya. Setelah tamu pulang maka oleh-oleh dikeluarkan lagi untuk dibagikan kepada pini sepuh, sanak famili serta tetangga dekat, untuk memberi tahu bahwa anak gadisnya sudah bertunangan. Pada malam harinya calon mantu laki-laki diantar oleh kerabat untuk berkenalan dengan calon mertuanya.

Seminggu kemudian pihak perempuan mengadakan kunjungan balasan dengan membawa nasi lengkap dengan lauk pauknya antara lain: hidangan nasi : 6 piring karang benaci ( ikan kambing yang dimasak kecap ) ,1 waskom gulai kambing , 6 piring ikan kambing masak putih, 6 piring masak ikan ayam masak merah, 6 sisir sate yang besar-besar ( 1 sisir 10 tusuk ), 2 sisir pisang raja.

Balasan jajan untuk calon mantu laki-laki terdiri dari satu tenong berisi nasi lengkap dengan lauknya. Setelah acara lamaran ini maka resmilah hubungan antara anak gadisnya dengan calon mantunya.

Acara Sebelum dan Pada Saat Perkawinan

Perawatan untuk calon mempelai wanita, 40 hari sebelum melangsungkan pernikahan biasanya calon mempelai wanita Madura sudah dipingit artinya dilarang meninggalkan rumah, dalam masa ini biasanya calon mempelai melakukan perawatan-perawatan tubuh dengan:

1. Meminum ramuan jamu Madura
2. Untuk perawatan kulit menggunakan:
o Bedak penghalus kulit
o Bedak dingin
o Bedak mangir wangi
o Bedak kamoridhan
o Bedak bida
Yang berkhasiat:
1. Menjagakesehatan kulit
2. Menghaluskan kulit muka
3. Menjadikan kulit langsat kuning
4. Menghilangkan bau badan dll.
3. Menghindarkan makanan yang banyak mengandung air misalnya buah-buahan ( nanas, mentimun, pepaya, ) Perawatan rambut wangi-wangian menggunakan dupa.

Upacara Pernikahan

Pada saat melangsungkan pernikahan calon mempelai pria mengenakan BESKAIC BLANGKON, dan KAIN PANJANG dengan diiringi oleh orang tua, pini sepuh dan kerabat keluarga.
Sedangkan untuk calon mempelai wanita menggunakan kebaya dan kain panjang dengan dandanan sederhana. Upacara Akad Nikah dilaksanakan oleh penghulu dengan dua orang saksi ( Ijab Kabul ) dengan disaksikan oleh para undangan yang pada umumnya dengan mas kawin berupa Al Qur'an dan Sajadah ( bentuk apa saja menurut kehendak ) dan selanjutnya dengan syukuran bersama. Maka resmilah anak gadisnya menjadi istri dari anak keluarga laki-lakinya. Kemudian mempelai laki-laki pulang dulu kerumahnya dilanjutkan dengan resepsi pernikahan pada malam harinya.

Resepsi Perkawinan

Tata rias penganten Sumenep ada 3 macam:
1. Penganten malam pertama : Rias Lega
2. Penganten malam kedua : Rias Kapotren
3. Penganten malam ketiga : Rias Lilin.

1.1 Resepsi Malam Pertama

Pada malam resepsi perkawinan kedua mempelai datang ketempat resepsi dengan diiringi oleh perias dan para pini sepuh beserta kerabatnya atau dengan diantar oleh paman mempelai wanita memasuki ruang resepsi. Kemudian dilanjutkan dengan upacara Muter Duleng yaitu penganten wanita duduk bersila pada sebuah baki besaf dengan membelakangi arah datangnya penganten pria. Penganten pria berjalan jongkok menuju penganten wanita dan memutar baki sampai berhadapan dengan artian bahwa penganten pria sudah siap memutar roda rumah tangga.

Sesudah penganten pria memegang ubun-ubun penganten wanita dengan mengucap " AKU ADALAH SUAMIMU DAN ENGKAU ADALAH ISTRIKU " kemudian penganten wanita diajak menuju pelaminan dengan menggunakan pakaian adat (LEGA). Sedangkan Undangan adalah para pini sepuh, handai taulan dan semua sanak saudara serta para kerabat dari kedua belah pihak.

1.2. Resepsi Malam Kedua

Pada malam kedua busana manten adalah KAPUTREN dan undangan terdiri para pini sepuh dan kalangan dekat saja.

1.3. Resepsi Malam ketiga

Pada malam ketiga ini penganten menggunakan rias Lilin dengan kebaya putih dengan hiasan melati menandakan lambang kesucian dan merupakan malam pertama untuk penganten. Pada hari yang ke empat penganten sudah mengadakan kunjungan keluarga kepada mertua dan sanak famili, dan manten wanita setiap berkunjung akan selalu mendapat ONTALAN yaitu berupa pemberian uang dengan ucapan " SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU ".



adalah suatu upacara dalam tradisi budaya Jawa yang dilakukan ketika anak pertama belajar jalan dan dilaksanakan pada usia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tahapan dalam upacara tedak siten antara lain adalah:
  • Membersihkan kaki
  • Injak tanah
  • Berjalan melewati tujuh wadah
  • Tangga tebu wulung
  • Kurungan
  • Memberikan uang
  • Melepas ayam
Secara keseluruhan, upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep kemandirian pada anak.

Ken Arok

Ken Arok atau sering pula ditulis Ken Angrok (lahir:1182 - wafat: 1227/1247), adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 - 1227 (atau 1247).

Menurut naskah Pararaton, Ken Arok adalah putra Dewa Brahma hasil berselingkuh dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.
Ken Arok tumbuh menjadi pemuda yang gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kadiri.
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.

Tumapel merupakan salah satu daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjadi akuwu (setara camat zaman sekarang) Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung.
Ken Arok kemudian tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes, meskipun tidak direstui Lohgawe.
Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang Lumbang, Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri.
Kembali ke Tumapel, Ken Arok menjalankan rencana liciknya. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. Ken Dedes sendiri saat itu sedang mengandung anak Tunggul Ametung.

Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para brahmana. Para brahmana itu memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
Kertajaya (dalam Pararaton disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya diberitakan naik ke alam dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.

Ken Dedes telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama Ken Umang, yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
Selain itu, Ken Dedes juga memiliki putra dari Tunggul Ametung yang bernama Anusapati.


Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul Ametung telah mati dibunuh Ken Arok.
Anusapati berhasil mendapatkan keris Mpu Gandring yang selama ini disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak.
Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247.

Nama Ken Arok ternyata tidak terdapat dalam Nagarakretagama (1365). Naskah tersebut hanya memberitakan bahwa pendiri Kerajaan Tumapel merupakan putra Bhatara Girinatha yang lahir tanpa ibu pada tahun 1182.
Pada tahun 1222 Sang Girinathaputra mengalahkan Kertajaya raja Kadiri. Ia kemudian menjadi raja pertama di Tumapel bergelar Sri Ranggah Rajasa. Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja (pada tahun 1254 diganti menjadi Singasari oleh Wisnuwardhana).
Sri Ranggah Rajasa meninggal dunia pada tahun 1227 (selisih 20 tahun dibandingkan berita dalam Pararaton). Untuk memuliakan arwahnya didirikan candi di Kagenengan, di mana ia dipuja sebagai Siwa, dan di Usana, di mana ia dipuja sebagai Buddha.
Kematian Sang Rajasa dalam Nagarakretagama terkesan wajar tanpa pembunuhan. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah tersebut merupakan sastra pujian untuk keluarga besar Hayam Wuruk, sehingga peristiwa pembunuhan terhadap leluhur raja-raja Majapahit dianggap aib.
Adanya peristiwa pembunuhan terhadap Sang Rajasa dalam Pararaton diperkuat oleh prasasti Mula Malurung (1255). Disebutkan dalam prasasti itu, nama pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa yang meninggal di atas takhta kencana. Berita dalam prasasti ini menunjukkan kalau kematian Sang Rajasa memang tidak sewajarnya.

Nama Rajasa selain dijumpai dalam kedua naskah sastra di atas, juga dijumpai dalam prasasti Balawi yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit tahun 1305. Dalam prasasti itu Raden Wijaya mengaku sebagai anggota Wangsa Rajasa.Raden Wijaya adalah keturunan Ken Arok.
Nama Ken Arok memang hanya dijumpai dalam Pararaton, sehingga diduga kuat merupakan ciptaan si pengarang sebagai nama asli Rajasa. Arok diduga berasal dari kata rok yang artinya "berkelahi". Tokoh Ken Arok memang dikisahkan nakal dan gemar berkelahi.
Pengarang Pararaton sengaja menciptakan tokoh Ken Arok sebagai masa muda Sang Rajasa dengan penuh keistimewaan. Kasus yang sama terjadi pula pada Babad Tanah Jawi di mana leluhur raja-raja Kesultanan Mataram dikisahkan sebagai manusia-manusia pilihan yang penuh dengan keistimewaan. Ken Arok sendiri diberitakan sebagai putra Brahma, titisan Wisnu, serta penjelmaan Siwa, sehingga seolah-olah kekuatan Trimurti berkumpul dalam dirinya.
Terlepas dari benar atau tidaknya kisah Ken Arok, dapat ditarik kesimpulan kalau pendiri Kerajaan Tumapel hanya seorang rakyat jelata, namun memiliki keberanian dan kecerdasan di atas rata-rata sehingga dapat mengantarkan dirinya sebagai pembangun suatu dinasti baru yang menggantikan dominasi keturunan Airlangga dalam memerintah pulau Jawa.

Ken Dedes

Ken Dedes adalah nama permaisuri dari Ken Arok pendiri Kerajaan Tumapel, atau yang kemudian terkenal dengan sebutan Singhasari.

Menurut Pararaton, Ken Dedes adalah putri dari Mpu Purwa, seorang pendeta Buddha dari desa Panawijen. Pada suatu hari Tunggul Ametung akuwu Tumapel singgah di rumahnya. Tunggul Ametung jatuh hati padanya dan segera mempersunting gadis itu. Karena saat itu ayahnya sedang berada di hutan, Ken Dedes meminta Tunggul Ametung supaya sabar menunggu. Namun Tunggul Ametung tidak kuasa menahan diri. Ken Dedes pun dibawanya pulang dengan paksa ke Tumapel untuk dinikahi.
Ketika Mpu Purwa pulang ke rumah, ia marah mendapati putrinya telah diculik. Ia pun mengutuk barangsiapa yang telah menculik putrinya, maka ia akan mati karena tikaman keris.

Tunggul Ametung memiliki pengawal kepercayaan bernama Ken Arok. Pada suatu hari Tunggul Ametung dan Ken Dedes pergi bertamasya ke Hutan Baboji. Ketika turun dari kereta, kain Ken Dedes tersingkap sehingga auratnya yang bersinar terlihat oleh Ken Arok.
Ken Arok menyampaikan hal itu kepada gurunya, yang bernama Lohgawe, seorang pendeta dari India. Menurut Lohgawe, wanita dengan ciri-ciri seperti itu disebut sebagai wanita nareswari yang diramalkan akan menurunkan raja-raja. Mendengar ramalan tersebut, Ken Arok semakin berhasrat untuk menyingkirkan Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes.
Maka, dengan menggunakan keris buatan Mpu Gandring, Ken Arok berhasil membunuh Tunggul Ametung sewaktu tidur. Yang dijadikan kambing hitam adalah rekan kerjanya, sesama pengawal bernama Kebo Hijo. Ken Arok kemudian menikahi Ken Dedes, bahkan menjadi akuwu baru di Tumapel. Ken Dedes sendiri saat itu sedang dalam keadaan mengandung anak Tunggul Ametung.

Lebih lanjut Pararaton menceritakan keberhasilan Ken Arok menggulingkan Kertajaya raja Kadiri tahun 1222, dan memerdekakan Tumapel menjadi sebuah kerajaan baru. Dari perkawinannya dengan Ken Arok, lahir beberapa orang anak yaitu, Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Sedangkan dari perkawinan pertama dengan Tunggul Ametung, Ken Dedes dikaruniai seorang putra bernama Anusapati.
Seiring berjalannya waktu, Anusapati merasa dianaktirikan oleh Ken Arok. Setelah mendesak ibunya, akhirnya ia tahu kalau dirinya bukan anak kandung Ken Arok. Bahkan, Anusapati juga diberi tahu kalau ayah kandungnya telah mati dibunuh Ken Arok.
Maka, dengan menggunakan tangan pembantunya, Anusapati membalas dendam dengan membunuh Ken Arok pada tahun 1247.

Tokoh Ken Dedes hanya terdapat dalam naskah Pararaton yang ditulis ratusan tahun sesudah zaman Tumapel dan Majapahit, sehingga kebenarannya cukup diragukan. Namanya sama sekali tidak terdapat dalam Nagarakretagama atau prasasti apa pun. Mungkin pengarang Pararaton ingin menciptakan sosok leluhur Majapahit yang istimewa, yaitu seorang wanita yang bersinar auratnya.
Keistimewaan merupakan syarat mutlak yang didambakan masyarakat Jawa dalam diri seorang pemimpin atau leluhurnya. Masyarakat Jawa percaya kalau raja adalah pilihan Tuhan. Ken Dedes sendiri merupakan leluhur raja-raja Majapahit versi Pararaton. Maka, ia pun dikisahkan sejak awal sudah memiliki tanda-tanda sebagai wanita nareswari. Selain itu dikatakan pula kalau ia sebagai seorang penganut Buddha yang telah menguasai ilmu karma amamadang, atau cara untuk lepas dari samsara.

Dalam kisah kematian Ken Arok dapat ditarik kesimpulan kalau Ken Dedes merupakan saksi mata pembunuhan Tunggul Ametung. Anehnya, ia justru rela dinikahi oleh pembunuh suaminya itu. Hal ini membuktikan kalau antara Ken Dedes dan Ken Arok sesungguhnya saling mencintai, sehingga ia pun mendukung rencana pembunuhan Tunggul Ametung. Perlu diingat pula kalau perkawinan Ken Dedes dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.



Mahameru
berikan Damai-nya
di dalam beku Arcapada
Mahameru
Sebuah legenda tersisa
Puncak abadi
para- "Dewa".
Bersama Sahabat mencari damai,
mengasah Pribadi mengukir Cinta.
Zaman dahulu kala, ada sebuah Gunung yang teramat angkuh, menjulang tinggi ke angkasa hingga memembus sampai ke kayangan. Oleh seorang "Punakawan" yang terkenal yaitu "Semar", gunung tersebut di tendang dan pecah menjadi tiga bagian di antaranya : Gunung semeru (2.947 meter di Atas Permukaan laut/ DPL), di daerah Sumber, Malang Jawa Timur dan merupakan Puncaknya. kemudian Bromo (2.392 meter di atas permukaan laut/ DPL) dan terakhir Gunung Mahameru (3.676 meter di atas permukaan laut/ DPL).

Demikianlah asal-muasal terbentuknya pegunungan Semeru menurut Kisah Pewayangan. Seperti slogan acara misteri di salah satu televisi swasta, "Percaya Ga percaya!, tergantung Anda menyikapinya!".
Gunung Mahameru atau dengan nama lainnya adalah gunung Semeru merupakan gunung yang terdapat di pulau jawa, tentu saja di negri kita tercinta Indonesia (cia.. ellahh!!). Sebenarnya ada juga nama Gunung lain yang sama yaitu Semeru, yang terdapat di pulau Jawa sebelah Timur yang bersebelahan dengan gunung Argopuro. Mahameru merupakan gunung yang tertinggi di pulau Jawa.

Mahameru atau Semeru memiliki ketinggian 3.676M Di atas Permukaan Laut (3.676M DPL) dan sampai saat ini merupakan gunung Merapi yang masih sangat Aktif. Mahameru memiliki bentuk kerucut sempurna jika di lihat dari kejauhan, tapi sebenarnya tidak begitu di puncaknya Gunung ini berbentuk seperti Kubah yang sangat luas dan bertebing-tebing. Kawahnya di sebut Kawah Jongring Saloka, di mana setiap kira-kira 20 menit sekali menyemburkan abu Vulkanik berwarna abu-abu kehitaman dan bercampur dengan pasir.

Dewi Sri, Dewi Kemakmuran

Padi merupakan komoditi pokok di Indonesia. Yang menarik dari padi adalah sebuah mitologi Jawa kuno tentang tanaman padi dan hal ini mengacu kepada Dewi Sri atau Dewi Shri yang lebih di kenal dengan dewi Kesuburan yang merupakan Dewi bercocok tanam dari Orang Jawa dan Bali. Orang Jawa tradisional memiliki tempat khusus di tengah rumah mereka untuk Dewi Sri agar mendapatkan kemakmuran yang dihiasi dengan ukiran ular. Di masyarakat pertanian, ular yang masuk ke dalam rumah tidak diusir karena ia meramalkan panen yang berhasil, sehingga malah diberi sesajen. Di Bali, mereka menyediakan kuil khusus untuk Dewi Sri di sawah. Orang Sunda memiliki perayaan khusus dipersembahkan untuk Dewi Sri.

Dewi sri memiliki amat banyak versi cerita, salah satunya adalah versi cerita dari Jawa Timur yang menceritakan Dewi Sri bersaudara dengan laki-laki yang bernama Sadana dan memiliki ayahanda bernama raja Purwacarita. Seperti yang di ceritakan dalam
“Serat babad ila-ila”, jkt 1986, hal 57-63 alih Bahasa Oleh : Mulyono Sastro Naryatno , jilid I, proyek penerbiitan buku sastra dan daerah.

Dewi Sri dan Raden Sadhana adalah kakak beradik. Karena mereka tidak mau tinggal di kraton, maka oleh ayahandanya Prabu Purwacarita mereka dikutuk, Dewi Sri menjadi ular sawah dan Raden Sadhana menjadi burung Sriti. Kemudian mereka pergi entah kemana. Perjalanan dewi sri atau ular sawah lebih banyak halangan daripada raden Sadhana sebagai burung Sriti .

Akhirnya Ular sawah sampai di negeri wirata, berhenti sebentar didusun Wasutira lalu tidur melingkar ditengah-tengah padi. Didusun Wasutira inilah Ular sawah diletakkan di Petanen. Ular sawah itu nantinya akan menjaga bayi yang dikandung oleh Ken Sanggi atau istri dari Kyai Brikhu, sebab bayi yang dikandung itu adalah titisan Dewi Tiksnawati.

Apabila ular itu mati , maka bayi itu juga akan mati. Demikianlah pada malam hari Ken Sanggi melahirkan anak perempuan dengan selamat. Maka Kyai Brikhu dalam memelihara ular sawah itu sangat berhati-hati jangan sampai mati. Sewaktu Kyai Brikhu tertidur , ular sawah itu seakan-akan berkata agar jangan diberi makan katak melainkan sesaji berupa sirih ayu, bunga serta lampu yang menyala terus. Setelah kyai Brikhu terbangun dari tidur langsung menyiapkan sesaji seperti apa yang diminta ular sawa tadi. Dewi Tiksnawati yang menitis pada tubuh bayi itu membuat huru hara di tempat kediaman dewa-dewa karena Dewi Tiksnawati tanpa memberi tahu atau ijin dari Sang Hyang Jagadnata.

Sang Hyang Jagadnata menjadi murka dan mengutus para dewa untuk memberi bancana pada sang Bayi. Akan tetapi gagal karena kena pengaruh tolak bala yang diberi kan Kyai Brikhu dari Ular sawa tadi. Setelah beberapa kali gagal tahulah Sang Hyang Jagadnata bahwa semua itu berasal dari Dewi Sri. Kemudian Sang Hyang Jagadnata atau Batara Guru mengutus para bidadari untuk memanggil Dewi Sri.

Dia akan dijadikan bidadari untuk melengkapi bidadari yang ada dikhayangan. permintaan Sang Hyang Jagadnata diterima oleh Dewi Sri, akan tetapi ia mohon agar Raden Sadhana yang dikutuk menjadi burung Sriti agar dapat diruwat menjadi manusia kembali. Ternyata Raden Sadhana telah diruwat menjadi manusia oleh Bagawan Brahmana Marhaesi putra dari Sang Hyang Brahma. Kemudian Raden Sadhana dikimpoikan dengan putri yang bernama Dewi Laksmitawahni. Apabila telah berputra, Raden Sadhana akan diangkat menjadi dewa. Kemudian ular sawa diruwat menjadi Dewi Sri kembali oleh para bidadari.

Sepeninggal para bidadari, Kyai Brikhu ketika tengah membersihkan petanen terkejut melihat ular sawa lenyap. Yang ada hanya seorang wanita cantik. Kyai Brikhu akhirnya tau bahwa Dewi Sri adalah putri dari Prabu Mahapunggung dinegeri Purwacarita. Sebelum Dewi Sri meninggalkan Kyai Brikhu dan keluarganya dia berpesan agar memberikan sesajen didepan petanen atau kamar tengah agar sandang pangannya tercukupi.setelah itu Dewi Sri moksa dan juga Raden Sadhana kembali ke khayangan. Itulah sebabnya pada sethong tengah pada rumah jawa selalu diberi gambar ular naga sebagai lambang kewanitaan. Yaitu Dewi Sri yang memberikan kemakmuran. Para petani apabila ada ular sawah masuk kedalam rumah dijadikan pertanda bahwa sawahnya akan diberikan hasil yang baik. atau banyak rejeki. Karenanya mereka tidak mau mengganggu ular sawah dan memberi sesaji.




Ondel-ondel

Nyok kite nonton ondel-ondel, nyok…

Nyok kite ngarak ondel-onel, nyok….

Ingat lirik lagu ini? Ya, betul itu adalah salah satu lagu yang dibawakan oleh Benyamin S, lagu itu berjudul ondel-ondel. Apasih ondel-ondel itu? Mungkin anda bertanya-tanya.

Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain.

Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.

Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.



Nasi uduk merupakan makanan khas betawi yang terbuat dari nasi putih yang diaron dan dikukus dengan santan kelapa serta dibumbui dengan pala, kayu manis, jahe, daun serai dan merica.

Makanan ini biasa dihidangkan dengan emping atau kerupuk goreng, tahu goreng, telur dadar yang sudah diiris-iris, abon, kering tempe, bawang goreng, ayam goreng dilengkapi dengan sambal dari kacang dan lalapan berupa ketimun, kol ataupun daun kemangi.

Nasi uduk kerap dijadikan menu sarapan karena tingginya kalori dan lemak yang terkandung didalamnya sehingga dapat menunjang aktifitas sehari-hari. Oleh karena itu hidangan ini sering kita jumpai banyak dijual di pagi hari

Ketupat dan tradisi

Ketupat atau kupat, hidangan yang berbahan dasar beras berbungkus selongsong yang terbuat dari anyaman daun kelapa ini merupakan hidangan khas Asia Tenggara. Selain di Indonesia, ketupat juga dapat kita jumpai di Malaysia, Brunei dan Singapura.
Hidangan ini paling banyak ditemui pada saat hari raya lebaran, pada saat umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa (bulan Ramadhan). Makanan khas yang menggunakan kupat antara lain; kupat tahu (Grabag, kabupaten Magelang) dan kupat glabet (kota Tegal). Sering dihidangkan bersama dengan sate.
Ada dua macam bentuk ketupat, yakni kepal (lebih umum) dan jajaran genjang. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Di antar a beberapa kalangan di Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah sebagai semacam jimat. Masyarakat di daerah tersebut masih memegang tradisi untuk tidak membuat ketupat di hari biasa, sehingga ketupat hanya disajikan saat lebaran dan hingga sepekan sesudahnya. Sedangkan di Bali, ketupat sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara adat.


Bila mendengar kata rujak pasti yang terlintas di benak kita adalah aneka buah-buahan seperti nanas, kedondong, papaya agak matang, mangga muda, bengkoang ditemani bumbu uleknya yang terbuat dari kacang tanah yang digoreng, gula merah, garam dan cabe. Itu memang resep rujak yang biasa kita temui dan mayoritas orang suka dengan rujak.

Namun di daerah Jawa Timur khususnya daerah asalnya yakni Surabaya terdapat rujak yang lain dari yang lain. Namanya rujak cingur yang biasanya terdiri dari irisan buah-buahan seperti ketimun krai (sejenis ketimun khas Jawa Timur), bengkoang, mangga muda, nanas, kedondong dan ditambah lontong tahu tempe, bendoyo dan cingur serta beberapa sayuran seperti tauge, kangkung dan kacang panjang.

Semua bahan rujakan tersebut dicampur dengan saus atau bumbu yang dibuat dari olahan petis udang, gula/gula merah, cabe, kacang tanah yang digoreng, bawang goreng, garam dan irisan tipis pisang biji (pisang klutuk) yang masih muda. Semua bumbu diuleg dan bila sudah menyatu, diencerkan dengan sedikit air matang.

Dalam penyajiannya rujak cingur dibedakan menjadi dua macam, yakni penyajian ‘biasa’ dan ‘matengan’. Pada penyajian ‘biasa’ atau umumnya berupa semua bahan yang telah disebutkan diatas, sedangkan ‘matengan’ hanya terdiri dari bahan-bahan yang matang saja; lontong, tahu, tempe, bendoyo dan sayur yang telah digodok tanpa buah-buahan. Namun keduanya memakai saus/bumbu yang sama.

Disebut rujak cingur karena bumbu olahan yang digunakan adalah petis udang dan irisan cingur. Hal inilah yang membedakan dengan rujak pada umumnya. Rujak cingur biasa disajikan dengan krupuk sebagai tambahan dan disajikan dengan alas pincuk (daun pisang) atau piring.



Blangkon

Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan atau mondholan pada bagian belakang blangkon. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon.Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.

Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon. Ada 2 jenis blangkon yaitu gaya Surakarta (Sala) dan gaya Yogyakarta. Blangkon gaya Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.




Benyamin Sueb

Benyamin Sueb (lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939 – wafat 5 September 1995 pada umur 56 tahun) adalah pemeran, pelawak, sutradara dan penyanyi Indonesia. Benyamin menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.
Awal karir
Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.
Duet dengan Ida Royani
Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar. Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.
Gambang kromong
Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.
Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).
Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.
Paska duet dengan Ida Royani
Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya "Nenamu" dengan tembang andalan seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.
Dunia film
Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Modern (1976) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.
Akhir karir
Pada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan. Selain main sinetron/film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock Al-Haj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.
Kontribusi terhadap gambang kromong

Dalam dunia musik, Bang Ben (begitu ia kerap disapa) adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular. Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karir musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.
Meninggal dunia

Benyamin yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat mempengaruhi hidupnya.

Pantai Kuta


Pantai Kuta adalah sebuah tempat pariwisata yang terletak di sebelah selatan Denpasar, ibu kota Bali, Indonesia. Kuta terletak di Kabupaten Badung. Daerah ini merupakan sebuah tujuan wisata turis mancanegara, dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal 70-an. Pantai Kuta sering pula disebut sebagai pantai matahari terbenam (sunset beach) sebagai lawan dari pantai Sanur.
Di Kuta terdapat banyak pertokoan, restoran dan tempat permandian serta menjemur diri. Selain keindahan pantainya, pantai Kuta juga menawarkan berbagai macam jenis hiburan lain misalnya bar dan restoran di sepanjang pantai menuju pantai Legian. Rosovivo, Ocean Beach Club, Kamasutra, adalah beberapa club paling ramai di sepanjang pantai Kuta.
Pantai ini juga memiliki ombak yang cukup bagus untuk olahraga selancar (surfing), terutama bagi peselancar pemula. Lapangan Udara I Gusti Ngurah Rai terletak tidak jauh dari Kuta.

Ujung Genteng

Ujung Genteng, nama yang unik untuk sebuah tempat pariwisata. Nama Ujung genteng sendiri berasal dari kata “ujung gunting”, yang berarti sebuah tempat di mana ujung Genteng berada di sudut atau ujung dari pulau di Jawa Barat ujungnya tersebut berbentuk seperti Gunting. Maka di namakan lah Ujung Gunting atau biasa di mkenal dengan sebutan Ujung Genteng.

Dapat di tempuh kurang sebih sekitar 220 kilometer dari Ibu kota Jakarta dan sekitar 230 kilometer dari Kota Bandung, atau sekitar 6 sampai 7 jam perjalanan dengan mengunakan kendaraan roda empat. Ujung Genteng merupakan daerah pesisir pantai selatan jawa Barat. Terletak di Kabupaten Sukabumi tepatnya di Kecamatan Ciracas desa Gunung Batu.

Keunikan pantai ini selain namanya adalah karakteristik pantainya yang masih alami dengan pasir putihnya serta pemandangan alam sekitarnya. Terutama pada saat cakrawala menggelap dan matahari menenggelamkan dirinya atau memunculkan dirinya sungguh sangat indah tak terkatakan, cocok bagi para penggila fotography yang suka dengan hunting foto. Belum lagi dengan bersihnya airnya dan ombaknya yang besar. Tapi jangan takut ombak di Ujung Genting tidak seperti pantai-pantai di pelabuhan Ratu pada umumnya yang sering menelan korban akibatnya ganasnya ombak. Hal ini di karenakan ombak yang besar itu terhalang oleh gugusan karang laut di depan bibir pantai.

Adalagi selain keindahan yang di suguhkan para pelancong juga dapat melihat satwa langka yang berada di pantai ini, yaitu Penyu Hijau (Chelonia Mydas) dan nampak pada malam hari untuk bertelur dan mengubur telurnya di bibir pantai. Untuk para Surfing mania, kebanyakan dari turis mancanegara ujung genteng sangat menawan karena airnya yang bersih dan ombaknya yang menantang. Juga banyak para pemancing ujung genteng merupakan surganya para pemancing, karena masih banyaknya ikan Marlin yang dapat di temui di daerah ini dan variasi jenis ikan-ikan lainnya juga amat beragam.



Sumber: http://akucintaindonesia.net

Perkawinan Adat Jawa

 
Perkawinan adat sangat bermacam-macam. Sekarang yang akan kita bahas di sini adalah perkawinan dengan adat Jawa. Perkawinan adat Jawa melambangkan pertemuan antara pengantin wanita yang cantik dan pengantin pria yang gagah dalam suatu suasana yang khusus sehingga pengantin pria dan pengantin wanita seperti menjadi raja dan ratu sehari. Biasanya perkawinan ini diadakan di rumah orang tua pengantin wanita, orang tua dari pengantin wanita lah yang menyelenggarakan upacara pernikahan ini. Pihak pengantin laki-laki membantu agar upacara pernikahan ini bisa berlangsung dengan baik. Adapun berbagai, macam ascara serta upacara yang harus dilakukan menurut perkawinan ada Jawa adalah:

Lamaran

Jika keduanya sudah merasa cocok, maka orangtua pengantin laki-laki mengirim utusan ke orangtua pengantin perempuan untuk melamar puteri mereka. Orangtua dari kedua pengantin telah menyetujui lamaran perkawinan. Biasanya orangtua perempuan yang akan mengurus dan mempersiapkan pesta perkawinan. Mereka yang memilih perangkat dan bentuk pernikahan. Setiap model pernikahan itu berbeda dandanan dan pakaian untuk pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Kedua mempelai harus mengikuti segala rencana dan susunan pesta pernikahan, seperti Peningsetan, Siraman, Midodareni, Panggih.

Persiapan Perkawinan

Segala persiapan tentu harus dilakukan. Dalam pernikahan jawa yang paling dominan mengatur jalannya upacara pernikahan adalah Pemaes yaitu dukun pengantin wanita yang menjadi pemimpin dari acara pernikahan, Dia mengurus dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan pengantin perempuan yang bentuknya berbeda selama pesta pernikahan. Karena upacara pernikahan adalah pertunjukan yang besar, maka selain Pemaes yang memimpin acara pernikahan, dibentuk pula Panitia kecil terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai.

Pemasangan dekorasi

Biasanya sehari sebelum pesta pernikahan, pintu gerbang dari rumah orangtua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan), Yang terdiri dari pohon pisang, buah pisang, tebu, buah kelapa dan daun beringin yang memiliki arti agar Pasangan pengantin akan hidup baik dan bahagia dimana saja. Pasangan pengantin saling cinta satu sama lain dan akan merawat keluarga mereka. Dekorasi yang lain yang disiapkan adalah kembang mayang, yaitu suatu karangan bunga yang terdiri dari sebatang pohon pisang dan daun pohon kelapa.

Siraman

Makna dari pesta Siraman adalah untuk membersihkan jiwa dan raga. Pesta Siraman ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum acara pernikahan. Siraman diadakan di rumah orangtua pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Biasanya orang yang melakukan Siraman yaitu orangtua dan keluarga dekat atau orang yang dituakan.

Upacara Midodareni

Biasanya pengantin wanita harus tinggal di kamar dari jam enam sore sampai tengah malam dan ditemani oleh keluarga atau kerabat dekat perempuannya. Biasanya mereka akan memberi saran dan nasihat. Keluarga dan teman dekat dari pengantin wanita akan datang berkunjung, dan semuanya harus wanita.

Srah Srahan

Kedua keluarga menyetujui pernikahan. Mereka akan menjadi besan. Keluarga dari pengantin laki-laki berkunjung ke keluarga dari pengantin perempuan sambil membawa hadiah. Dalam kesempatan ini, kedua keluarga beramah tamah.

Upacara Ijab Kabul

Orang Jawa biasanya bicara lahir, menikah dan meninggal adalah takdir Tuhan. Upacara Ijab merupakan syarat yang paling penting dalam mengesahkan pernikahan. Pelaksanaan dari Ijab sesuai dengan agama dari pasangan pengantin. Pada saat ijab orang tua pengantin perempuan menikahkan anaknya kepada pengantin pria. Dan pengantin pria menerima nikahnya pengantin wanita yang disertai dengan penyerahan mas kawin bagi pengantin wanita. Pada saat ijab ini akan disaksikan oleh Penghulu atau pejabat pemerintah yang akan mencatat pernikahan mereka.

Upacara panggih

Pertemuan antara pengantin wanita yang cantik dengan pengantin laki-laki yang tampan di depan rumah yang di hias dengan tanaman Tarub. Pengantin laki-laki di antar oleh keluarganya, tiba di rumah dari orangtua pengantin wanita dan berhenti di depan pintu gerbang. Pengantin wanita, di antar oleh dua wanita yang dituakan, berjalan keluar dari kamar pengantin. Orangtuanya dan keluarga dekat berjalan di belakangnya.

Upacara balangan suruh

Pengantin wanita bertemu dengan pengantin laki-laki. Mereka mendekati satu sama lain, jaraknya sekitar tiga meter. Mereka mulai melempar sebundel daun betel dengan jeruk di dalamnya bersama dengan benang putih. Mereka melakukannya dengan keinginan besar dan kebahagian, semua orang tersenyum bahagia. Menurut kepercayaan kuno, daun betel mempunyai kekuatan untuk menolak dari gangguan buruk. Dengan melempar daun betel satu sama lain, itu akan mencoba bahwa mereka benar-benar orang yang sejati, bukan setan atau orang lain yang menganggap dirinya sebagai pengantin laki-laki atau perempuan.

Upacara wiji dadi

Pengantin laki-laki menginjak telur dengan kaki kanannya. Pengantin perempuan mencuci kaki pengantin laki-laki dengan menggunakan air dicampur dengan bermacam-macam bunga. Itu mengartikan, bahwa pengantin laki-laki siap untuk menjadi ayah serta suami yang bertangung jawab dan pengantin perempuan akan melayani setia suaminya.

Tukar cincin

Pertukaran cincin pengantin simbol dari tanda cinta.

Upacara dahar kembul

Pasangan pengantin makan bersama dan menyuapi satu sama lain. Pertama, pengantin laki-laki membuat tiga bulatan kecil dari nasi dengan tangan kanannya dan di berinya ke pengantin wanita. Setelah pengantin wanita memakannya, dia melakukan sama untuk suaminya. Setelah mereka selesai, mereka minum teh manis. Upacara itu melukiskan bahwa pasangan akan menggunakan dan menikmati hidup bahagia satu sama lain.

Upacara sungkeman

Kedua mempelai bersujut kepada kedua orangtua untuk mohon doa restu dari orangtua mereka masing-masing. Pertama ke orangtua pengantin wanita, kemudian ke orangtua pengantin laki-laki. Selama Sungkeman sedang berlangsung, Pemaes mengambil keris dari pengantin laki-laki. Setelah Sungkeman, pengantin laki-laki memakai kembali kerisnya.

Pesta pernikahan

Setelah upacara pernikahan selesai, selanjutnya diakhiri dengan pesta pernikahan. Menerima ucapan selamat dari para tamu dan undangan. Mungkin ini bagian dari kebahagiaan ke dua mempelai dengan para tamu, keluarga serta para undangan.

Sumber:  http://www.weddingku.com

TEGOWANGI TEMPLE


Tegowangi temple is one of ancient temple in Kediri region. This temple has saved many stories about Kediri history. There are some reliefs on the temple wall that interest the tourists who like the historic tourism. The temple is stand in one complex and it looks like a rectangular form. 

This temple is one historical tourism objects in Kediri regency. Find the historic value by visit this old temple.

Source: http://www.eastjava.com

Dasar religi orang Baduy ialah penghoramatan ruh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa, Batara Tunggal. Keyakinan mereka itu disebut Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan. Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh agar supaya orang hidup menurut alur itu dalam menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia ramai (orang Baduy dari hirarki tua dan dunia ramai keturunan yang lebih muda). Mereka bertugas menyejahterakan dunia melalui tapa (perbuatan, bekerja) dan pikukuh apabila Kanekes sebagai inti jagat selalu terbelihara baik, maka seluruh kehidupan akan aman sejahtera. Gangguan terhadap inti bumi ini berakibat fatal bagi seluruh kehidupan manusia di dunia. Konsep keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh Baduy tanpa perubahan apa pun, seperti dikemukakan oleh peribahasa “lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” (panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung). Konsep-konsep itu tidak berada dalam diri orang Baduy sendiri yang kekuatannya tergantung dari tindakan atau perbuatan seseorang. Konsep pikukuh merupakan pengejawantahan dari adat dan keagamaan yang ditentukan oleh intensitas konsep mengenai karya dan keagamaan. Dengan melaksanakan semuanya itu orang akan dilindungi oleh kuasa tertinggi, Batara Tunggal, melalui para guriang yang dikirim oleh karuhun dan Batara Tunggal karena orang tidak patuh kepada pikukuh, hakikat agama Sunda Wiwitan.

Para puun itu bukan hanya pemimpin tertinggi tetapi keturunan karuhun, yang langsung mewakili mereka di dunia. Ada beberapa konsep yang merupakan kewajiban puundalam rangka pikukuh, yaitu memelihara Sasaka Pusaka Buana; memelihara Sasakan Domas atau Parahyang; mengasuh dan memelihara para bangsawan/pejabat; bertapa bagi kesejahteraan dunia; berbakti kepada dewi padi dengan berpuasa pada upacara, memuja nenek-moyang, dan membuat laksa untuk bahan pokok seba (Garna 1988).

Nenek moyang orang Baduy dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu nenek moyang yang berasal dari masa para Batara dan masa para puun. Batara Tunggal digambarkan dalam dua dimensi, sebagai suatu kuasa dan kekuatan yang tak tampak tetapi berada di mana-mana, dan sebagai manusia biasa yang sakti. Dalam dimensi sebagai manusia sakti, Batara Tunggal mempunyai keturunan tujuh orang batara yang dikirimkan ke dunia di kabuyutan (tempat nenek-moyang), yaitu titik awal bumi Sasaka Pusaka Buana. Mereka itu ialah Batara Cikal, yang diberitakan tidak ada keturunannya, Batara Patanjala yang menurunkan tujuh tingkat batara ketiga, yaitu (dari yang paling senior) Daleum Janggala, Daleum Lagondi, Daleum Putih Seda Hurip, Dalam Cinangka, Daleum Sorana, Nini Hujung Galuh, dan Batara Bungsu. Mereka itu yang menurunkan Bangsawan Sawidak Lima atau tujuh batara asal, nenek moyang orang Baduy. Daleum Janggala adalah batara yang tertua, dan yang menurunkan kerabat tangtu Cikeusing; Daleum Putih Seda Hurip menurunkan kerabat kampung Cibeo. Para batara tingkat ketiga lain masing-masing menurunkan jenis kerabat pemimpin lainnya.

Lima batara tingkat kedua, saudara-saudara muda Batara Pantajala, yaitu Batara Wisawara, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Niskala, dan Batara Mahadewa, menurunkan kelompok kerabat besar di luar Baduy yang disebut salawe nagara (dua puluh lima negara), yang menunjukkan jumlah kerabat yang besar, dan menurut pengetahuan orang Baduy adalah wilayah yang sangat luas di sebelah Sungai Cihaliwung (Garna 1988). Kelompok kerabat itulah yang dianggap orang Baduy keturunan yang lebih muda.

Dari ketujuh orang batara tingkat ketiga nenek-moyang orang Baduy itu tampak bahwa hanya kerabat jaro dangka yang berasal dari garis keturunan perempuan. Lainnya diturunkan melalui garis keturunan patrilineal. Para puun adalah keturunan Batara Patanjala, dan sampai masa akhir abad ke-19 oleh Jacobs dan maijer dicatat sudah terjadi 13 kali pergantian puun Sikeusik (1891: hlm. 13). Menurut catatan tahun 1988, jumlah puun Cikeusik adalah 24 orang, dan yang terakhir adalah Puun Sadi (Garna 1988).

Suatu konsep penting dalam religi orang Baduy ialah karuhun, yaitu generasi-generasi pendahulu yang sudah meninggal. Mereka berkumpul di Sasaka Domas, yaitu tempat di hutan tua di hulu Sungai Ciujung. Karuhun dapat menjelma atau datang dalam bentuk asalnya menengok para keturuannya, dan jalan untuk masuk ialah melalui hutan kampung.

Dalam kaitan dengan konsep karuhun itu ada konsep lain, yaitu guriang, sanghyang, dan wangatua. Guriang dan sanghyang dianggap penjelmaan para karuhun untuk melindungi para keturunannya dari segala marabahaya, baik gangguan orang lain maupun mahluk-mahluk halus yang jahat (seperti dedemit, jurig, setan) wangatua ialah ruh atau penjelmaan ruh ibu bapak yang sudah meninggal dunia.

Kosmologi orang Baduy yang menghubungkan asal mula dunia, karuhun dan posisi tangtu, merupakan konsep penting pula dalam religi mereka. Karena itu wilayah yang paling sakral ada di Kanekes, terutama wilayah taneuh larangan (tanah suci, tanah terlarang) tempat kampung tangtu dan kabuyutan. Bumi dianggap bermula dari masa yang kental dan bening, yang lama-kelamaan mengeras dan melebar. Titik awal terletak di pusat bumi, yaitu Sasaka Pusaka Buana tempat tujuh batara diturunkan untuk menyebarkan manusia. Tempat itu juga merupakan tempat nenek moyang. Kampung tangtu kemudian dianggap sebagai inti kehidupan manusia, yang diungkapkan dengan sebutan Cikeusik, Pada Ageung Cikartawana disebut Kadukujang, dan Cikeusik disebut Parahyang, semua itu disebut Sanghyang Daleum. Secara khusus posisi tempat nenek moyang (kabuyutan) dan alur tangut dalam memperlihatkan kaitan karuhun, yaitu Pada Agueng ---- Sasaka Pusaka Buana ---- dangkanya disebut Padawaras; Kadukujang ---- Kabuyutan ikut pada Cibeo dan Cikeusik ---- dengan dangka-dangkanya yang disebut Sirah Dayeuh. Konsep buana (buana, dunia) bagi orang Baduy berkaitan dengan titik mula, perjalanan, dan tempat akhir kehidupan. Ada tiga buana, yaitu Buan Luhur atau Buana Nyungcung (angkasa, buana atas) yang luas tak terbatas, Buana Tengah atau Buana Panca Tengah, tempat manusia melakukan sebagian besar pengembaraannya dan tempat ia akan memperoleh segala suka-dukanya. Buana Handap (buana bawah) ialah bagian dalam tanah yang tak terbatas pada luasnya. Keadaan di tiga benua itu adalah seperti halnya dunia ini, ada siang dan ada malam, dan keadaannya sebaliknya dengan di dunia.

Konsep lain dalam religi orang Baduy ialah kaambuan atau ambu (ibu, wanita, ibu suci). Menurut orang Baduy ada tiga ambu yang penting (peling tidak yang ditakuti dan disegani) yaitu Ambu Luhur di Buana Luhur, Ambu Tengah di Buana Panca Tengah, dan Ambu Rarang di Buana Handap. Ambu Tengah ialah pemelihara kehidupan yang harus dihormati dengan kesungguhan melakukan pikukuh. Ambu luhur tidak hanya mengurus tempat orang Baduy setelah mati, tetapi juga dengan segala kekuatan dan kesaktiannya, Ambu Rarang dapat menyelesaikan setiap masalah kehidupan dengan menyebut namanya atau membaca mantera-mantera. Sedang Ambu Rarang adalah ambu yang menerima jasad dan ruh orang Baduy yang mati untuk diurus selama tujuh hari dan melepaskannya setelah 40 hari ke tempat akhir tetapi juga bentuk nyata dari Buana luhur.

Sumber:
Koentjaraningrat, dkk. 1993. Masyarakat Terasing di IndonesiaJakarta: Gramedia.


Sumber: http://uun-halimah.blogspot.com


Orang Batak sudah dikenal sebagai “Bangso”, kenapa..?

Dahulu sudah memiliki Kerajaan sendiri, Mardebata Mulajadi Nabolon (“pencipta yang maha besar”), memiliki Surat Aksara Batak, dan sudah pernah memiliki Uang tukar yakni Ringgit Batak (“Ringgit Sitio Suara”), uning-uningan namarragam (“musik”), memiliki Budaya Adat, dan mempunyai Hukum.

Namun sekarang ini sudah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan orang Batak Toba sudah banyak yang tidak mengetahui bahasa daerahnya sendiri, melihat perkembangan teknologi sekarang ini, tor-tor Batak sudah banyak yang tidak mengetahuinya, bahkan dewasa ini Ulos Batak tidak dikenal jenis-jenis dan Fungsinya

2 Musa 19 ayat 10:
Dung i didok Jahowa ma tusi Musa laho maho tumopot bangso i jala urasi nasida sadarion dohot marsogot asa ditatap nasida Ulos na.

Dengan dasar ini Bersama Toba dot Com, mensosialisasikan Jenis dan Fungsi Ulos Batak:

I.Ulos Antak-Antak, dipakai selendang orang tua melayat orang meninggal, dan dipakai sebagai kain dililit/ hohop hohop waktu acara manortor.

II.Ulos Bintang Maratur, Ulos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya didalam acara-acara yakni: Diberikan kepada anak yang memasuki rumah baru oleh orang tua, kalau diadat Toba Ulos ini diberikan waktu selamatan Hamil 7 Bulan oleh orang tua, tetapi lain halnya kalau di Tarutung Ulos ini yang diberikan waktu acara suka cita (“gembira”), Ulos ini juga diberikan kepada Pahompu yang baru lahir, parompa walaupun kebanyakan kasih mangiring apalagi yang maksudnya agar anak yang baru lahir diiringi anak selanjutnya, kemudian ulos ini dipakai untuk pahompu yang dibabtis dan juga dipakai untuk sebagai selendang.

III.Ulos Bolean, Ulos ini dipakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan.

IV.Ulos Mangiring, Ulos ini dipakai selendang, Tali-tali, juga Ulos ini diberikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang dimaksud sebagai Simbol keinginan agar sianak diiringi anak yang seterusnya, bahkan Ulos ini dapat dipakai sebagai Parompa.

V.Ulos Padang Ursa, dipakai sebagai Tali-tali dan Selendang.

VI..Ulos Pinan Lobu-Lobu, dipakai sebagai Selendang.

VII. Ulos Pinuncaan, Ulos ini sebenarnya terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang kemudian disatukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos yang kegunaannya antara lain:
Ulos ini dapat dipakai berbagai keperluan acara-acara duka cita atau suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ disandang oleh Raja-Raja Adat maupun oleh Rakyat Biasa selama memenuhi pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat suhut sihabolonon/ Hasuhutonlah (“tuan rumah”) yang memakai ulos ini, kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran, ulos ini juga dipakai/ dililit sebagai kain/ hohop-hohop oleh keluarga hasuhuton, dan Ulos ini sebagai Ulos Passamot pada acara Perkawinan.

VIII,Ulos Ragi Hotang, Ulos ini biasa diberi kepada sepasang pengantin yang disebut sebagai Ulos Hela.

IX.Ragi Huting, Ulos ini sekarang sudah Jarang dipakai, konon jaman orang tua dulu sebelum merdeka, anak-anak perempuan pakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari dililit didada (Hoba-hoba), dan kemudian dipakai orang tua sebagai selendang apabila bepergian.

X.Ulos Sibolang Rasta Pamontari, Ulos ini kalau jaman dulu dipakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada jaman sekarang ini sibolang bisa dikatakan symbol duka cita, dipakai juga sebagai Ulos Saput (yang meninggal orang dewasa yang belum punya cucu), dan dipakai sebagai Ulos Tujung (Janda/Duda yang belum punya cucu), dan kemudian pada peristiwa duka cita Ulos ini paling banyak dipergunakan oleh keluarga dekat.

XI.Ulos Sibunga Umbasang dan Ulos Simpar, dipakai sebagai Selendang.

XII.Ulos Sitolu Tuho, Ulos ini dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita,

XIII.Ulos Suri-suri Ganjang, dipakai sebagai Hande-hande pada waktu margondang, dan dipergunakan sebagai oleh pihak Hula-hula untuk manggabe i borunya karena itu disebut juga Ulos gabe-gabe.

XIV.Ulos Ragi Harangan, pemakaiannya sama dengan Ragi Pakko.

XV. Ulos Simarinjam sisi, dipakai sebagai kain, dan juga dilengkapi dengan Ulos Pinuncaan disandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani yang memakai ini satu orang paling depan.

XVI. Ulos Ragi Pakko, dipakai sebagai selimut pada jaman dahulu dan pengantar wanita yang dari keluarga kaya bawa dua ragi untuk selimut yang dipergunakan sehari-hari, dan itu jugalah apabila nanti setelah tua meninggal akan disaput pakai Ragi ditambah Ulos lainnya yang disebit Ragi Pakko lantaran memang warnanya hitam seperti Pakko.

XVII.Ulos Tumtuman, dipakai sebagai tali-tali yang bermotif dan dipakai anak yang pertama dari hasuhutan.

XVIII Ulos Tutur-Tutur, dipakai sebagai tali-tali dan sebagai Hande-hande yang sering diberikan oleh orang tua sebagai Parompa kepada cucunya.

Maka dari jenis dan fungsi Ulos ini, disebut pengenalan jati diri orang batak sesuai Budaya dan Adatnya, dan orang Batak dikenal dari Ulos yang disandangnya, sian Tortornya bahkan dari Tungkot na.

Horassssss.!!!!!.

beberapa butir nilai budaya Bali sebagai berikut:

1.    Satya (kebenaran)

2.    Udàratà (kedermawanan)

3.    Úubhasaýkalpa (hasrat luhur)

4.    Nirbhayata (keberanian)

5.    Svavalambana (percaya diri)

6.    Yajña (pengorbanan)

7.    Viúvaprema (kasih sayang universal)

8.    Nirlobha/Aparigraha (tidak rakus)

9.    Ìrûyà (iri hati)

10.    Sàmàjika Saògathana (organisasi sosial)

11.    Mukti (Mokûa/penyelamatan spiritual)

12.    Svasti Vacana (aspirasi-aspirasi luhur)

13.    Úànti (damai)

14.    Ahiýúa (tanpa kekerasan/tidak anarkis)

15.    Bhadram (keutamaan/kemuliaan)

16.    Vicakûana (kebijaksanaan)

17.    Tapa (pengendalian diri)

18.    Niûkàmakarma (tidak mementingkan diri sendiri)

19.    Daivisampat (sifat ketuhanan/sifat yang luhur)

20.    Samànaá/Ekatva/Advaita/Kalih Samaika/Bhineka Tunggal Ika (persatuan/kesatuan)

21.    Lokasaýgraha (kesejahteraan bersama)

22.    Samani (solidaritas/kebersamaan)

23.    Vaúudhaivakutumbhakam (semua makhluk bersaudara)

24.    Maduravacana (ucapan yang baik dan ramah)

25.    Prayaúcitta (kesucian hati)

26.    Sevaka (pelayanan sosial)

27.    Akrodha (mengendalikan emosi)

28.    Guruúuúrusa (taat kepada guru)

29.    Úauca (suci/jernih pikirannya)

30.    Àhàralaghava (mengendalikan diri dalam menikmati makanan)

31.    Apramadha (tidak lalai)

32.    Brahmacari (tekun belajar)

33.    Avyavaharika (tidak suka bertengkar)

34.    Astainya (tidak mengambil milik orang lain/mencuri)

35.    Vairàgya (tidak mengikuti dorongan nafsu)

36.    Tyàga/Lascarya (tulus ikhlas)

37.    Santosa (puas/mensyukuri karunia Tuhan YME)

38.    Tapa (pengendalian diri)

39.    Svàdhyàya (belajar)

40.    Ìúvaraprànidhana (mendekatkan diri kepada Tuhan YME)

41.    Kayika Pariúuddha (perbuatan yang dipandang baik, yaitu: tidak membunuh, mencuri, dan tidak berzina)

42.    Vacika Pariúuddha (perkataan yang dipandang baik, yaitu: tidak jahat atau munafik, tidak kasar, tidak memfitnah dan tidak berdusta)

43.    Manacika Pariúuddha (pikiran yang dipandang baik, yaitu: tidak menginginkan milik orang lain, kasih dan sayang kepada semua makhluk, dan beriman kepada ajaran karmaphala)

44.    Arjawa (jujur)

45.    Anåsaýsya (tidak memenntingkan diri sendiri)

46.    Arimbhava (bersimpati kepada penderitaan orang lain)

47.    Indriyanigraha (mengendalikan indria)

48.    Dama (bisa menasehati diri sendiri0

49.    Dharaka, Sthitaprajña (tahan uji dalam menghadapi berbagai tantangan, stabil dalam suka dan duka)

50.    Hrìh/Jengah (memiliki rasa malu)

51.    Sadhusaýsarga (bergaul dengan orang-orang baik)

52.    Satyavacana (menepati janji)

53.    Satyamitra/Tindih (solidaritas kepada teman)

54.    Satyasamaya (tepat waktu)

55.    Kûama (pemaaf)

56.    Prìti (simpati, sangat welas asih)

57.    Prasàda (berpikiran jernih)

58.    Madurya (manis pandangannya)

59.    Màrdava (berhati lembut)

60.    Dàna (memberikan derma/berderma)

61.    Ijya (senantiasa memuja Tuhan YME dan leluhur)

62.    Dhyàna (kontemplasi)

63.    Upasthanigraha (pengendalian dorongan seks)

64.    Brata (melakukan pantangan tertentu)

65.    Mauna/Mona (mengendalikan wicara)

66.    Snana (menyucikan diri dengan sembahyang rutin)

67.    Dharma (taat menjalankan ajaran agama)

68.    Vimatsaritva (tidak dengki/irihati)

69.    Tìtìkûa (memiliki ketekunan dan kesabaran hati)

70.    Anasùyà (tidak berbuat dosa)

71.    Dhåti (hatinya tenang)

72.    Andrayuda (menguasai ajaran agama, pengetahuan lainnya dan bijaksana)

73.    Gunabhikûana (jujur dan mampu mengatasi berbagai kesukaran)

74.    Sadhuniragraha (tidak menyakiti makhluk lain)

75.    Vidagdaprasana (tidak mudah dihasut/dipropokasi)

76.    Kåtarajahita (tidak segan meminta maaf bila melakukan kesalahan)

77.    Tyagaprasana (tidak mengenal lelah bila melaksanakan tugas)

78.    Suraraksana (tidak mengenal rasa takut/tidak khawatir)

79.    Surapratyana (segan dan hormat kepada atasan/senioritas)

80.    Úànta  (satunya kata dengan perbuatan)

81.    Sanmatà (selalu ingin berbuat baik)

82.    Karuna (cinta kasih terhadap semua makhluk)

83.    Upeksa (mawas diri)

84.    Mudìtà (tutur katanya simpati)

85.    Maitri (memiliki kasih sayang/bersahabat kepada semua makhluk)

86.    Satyam nasti paro dharma (kebenaran adalah dharma tertinggi)

87.    Ahiýúa paramo dharmah (tidak menyakiti hati sesama makhluk hidup merupakan dharma tertinggi)

88.    Tat tvam asi (memandang setiap makhluk seperti diri sendiri)

89.    Trihita Karana (tiga hal yang menyebabkan sejahtera, hubungan harmoni dengan Tuhan YME, dengan sesama makhluk, dan dengan alam lingkungan/sekitar)

90.    Rvabhineda (dua hal yang berbeda, baik-buruk, salah-benar dan lain-lain)

91.    Sagari-giri-adomukha (keindahan yang mengandung daya magnetis bila di tepi pantai terlihat gunung dan pegunungan yang indah, dan bila berada di pegunungan, kelihatan pantai dan lautan yang indah)

92.    Satyam-Úivam-Sundaram (kebenaran-keharmonisan-keindahan)

93.    Parasparosarpanaya (salunglung-sabhayanta) (wirang) (beriuksaguluk) (bersatu padu) (solidaritas, seia sekata, senasib sepenanggungan)

94.    Dakûinà (kemurahan hati),

95.    Asevakadharma (mendahulukan kebajikan)

96.    Úànta-jagadhita (damai dan sejahtera)

97.    Trimandala (uttama, madhyama, kaniûþama, hulu, madia, teben)(di atas, di tengah-tengah, di bawah)

98.    Bhoga, Upabhoga, Paribhoga (pangan, sandang, papan)

99.    Asih-Puóya-Bhakti (cinta kasih, jasa dan penghormatan)

100.    Sadhugunavan (berbudipekerti luhur dan memiliki kemampuan)

101.    Agawe sukhaning praja (sukhaning ràt kininkinira)(senantiasa membangun kesejahteraan masyarakat)

102.    Deúa-Kàla-Patra (tempat-waktu-keadaan)

103.    Deúa amawacara nàgara amawa tata  (desa punya aturan, negara punya hukum yang mengatur segalanya)

104.    Nityasa angulih sutreptining nàgantu (senantiasa mewujudkan ketentraman dan ketertiban masyarakat)

105.    Pràjarakûaka (mewujudkan ketentraman masyarakat)

106.    Ksayanikang papa nahan prayojana (lenyapnya penderitaan masyarakat menjadi tujuan hidupnya)

107.    Sakatilinganingambek, nyata katresnan yata katemu (sesuatu yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, pasti akan berhasil dicapai)

108.    Haywa ngkàla kûepa (tidak membuang kesempatan/waktu)

 


Sumber:  http://www.parisada.org/

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda